Kedaulatan Rakyat Ada di Tangan Partai

Oleh : Rio Friyadi

Hari ini hingga menjelang Pemilu 2024 kita akan sering disuguhkan pemandangan jabat-jabat tangan ala elite parpol dalam sebuah pertemuan. Baik dalam pertemuan formal dalam sebuah agenda, maupun hanya sekedar makan nasi goreng atau menyeruput teh panas. Tema pembicaraan dalam pertemuan tersebut juga sudah bisa ditebak,yakni Persiapan Pemilu 2024.

Terbaru, Muhaimin Iskandar dan Prabowo bersua dikediaman Menteri Pertahanan pada Jumat (18/6) malam kemaren. Narasinya sangat jelas “ingin menjalin kerjasama” pada Pilpres 2024. Kerja sama soal apanya tidak begitu jelas, yang penting show nya udah dapat. Kedua ketua parpol juga sudah dideklarasikan oleh partainya menjadi Capres. Tambah lagi dua partai ini juga sudah mencukupi syarat Presidential Threeshold, yaudah kita tunggu saja apakah dua partai ini berlanjut kepelaminan.

Lain PKB-Gerindra lain pula gaya Nasdem. Partai besutan Surya Paloh ini memanfaatkan momentum Rakernas untuk mencuri perhatian publik. Tok, tiga nama diputuskan sebagai rekomendasi dari Nasdem untuk diputuskan menjadi Calon Presiden. Aksi Nasdem ini sukses menjadikan partainya jadi headline berita diseluruh media nasional.

Sebelumnya juga aksi kongkow-kongkow antar partai juga terjadi. Antara PKS dan PKB, PKS dengan Demokrat, dan Koalisi Indonesia Bersatu antara PAN, Golkar dan PPP yang sudah dideklarasikan.

Saya tertarik meminjam kalimatnya Najwa Shihab mengomentari silaturahim-silaturahim dan show yang dipertunjukkan oleh partai ini. Bahwa kita hanya dipaksa jadi penonton saja, para elite partai saling bertemu diruang tertutup dan kita tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Setelah itu kita hanya diberikan pilihan sesuai apa yang mereka putuskan.

Statemen Najwa ini menjadi sebuah kritik akan begitu besarnya kewenangan partai dalam memutuskan kebijakan besar yang mengatur bangsa ini. Negeri yang mengaku menjunjung tinggi nilai demokrasi dimana kedaulatan ada ditangan rakyat, menjadi sebuah bualan belaka kalau pilihan Calon Presiden kita hanya ditentukan oleh kepentingan elite partai.

Ambang batas presiden menjadi biang keladi dimana kita semakin tidak berdaya hanya menurut apa yang diputuskan oleh kelompok partai. Masing-masing partai akan saling bergerilya mencari-cari dukungan partai lain karena tidak bisa mengusung sendiri. Akibatnya kita hanya pasrah diberikan maksimal tiga atau empat calon presiden yang akan kita pilih.

Sebab itu penulis sangat setuju dan mendukung upaya-upaya yang dilakukan untuk menolak PT 20% ini, baik menetapkan UU yang baru atau melakukan juridicial review di MK. Walaupun sudah banyak yang mencoba dan pada akhirnya gagal, namun upaya perlawanan tersebut harus terus digaungkan. Agar pesta demokrasi di Negeri ini berlangsung seru, rakyat semakin bebas menentukan pilihannya tidak hanya manut dengan keputusan partai atau kelompok partai yang sudah mencukupi ambang patas presiden.

Related posts